Rabu, 10 Februari 2010

Just Be (YOURSELF)


"Wah, ini anaknya ya! Sudah besar! Kuliah di mana?"
" Kuliah di UI jurusan kedokteran, tante"
"Wah, hebat! Ngikutin bapaknya dong. Sukses ya!"
"Terimakasih, tante!"


Obrolan seperti ini pasti sering didengar ketika Anda sedang bepergian dengan orang tua dan secara tidak sengaja bertemu dengan relasi mereka yang kebetulan bepergian juga bersama anaknya. Keputusan yang dibuat seseorang untuk mengikuti jejak karir orang tua tentu sah-sah saja. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa seorang anak memiliki kemampuan serta ketertarikan yang sangat berbeda dengan kedua orang tuanya.

Profesi adalah suatu pilihan jalan hidup yang telah ditakdirkan oleh Sang Maha Esa kepada tiap manusia yang diciptakannya. Profesi boleh dibilang merupakan kata lain dari peran atau lakon yang harus dimainkan oleh seseorang ketika masih hidup di dunia. Peran yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab sampai seseorang menutup mata dan kembali kepada-Nya. Singkat kata, jika lari dari takdir maka hanya kegalauan dan rasa penyangkalan yang terjadi di dalam diri alias you can run but you can't hide!

Memilih profesi apa yang akan ditekuni tentu butuh mengenal diri. Mengenal akan talenta yang dimiliki sendiri hingga akhirnya bisa memutuskan mau menjadi apa untuk ditekuni seumur hidup.

Sayangnya, masih banyak diantara kita yang mengalami 'penjajahan' intelektual dan profesi akibat masalah ikut-ikutan. Ikut-ikutan siapa? Ikut-ikutan teman, ikut-ikutan pacar, ikut-ikutan kakek atau nenek, sampai ikut-ikutan orang tua sendiri. Bisa jadi orang tersebut sedang bimbang atau salah penggarahan hingga ikut-ikutan. Namun, terkadang ada juga yang dipaksa karena terminologi tertentu dari orang yang memaksa. Mungkin karena yang memaksa merasa jalan hidupnya benar hingga terbukti bisa dijadikan panutan atau mungkin karena ia adalah seseorang yang kurang menghargai perbedaan serta takut akan perubahan.

Memang, tidak ada salahnya mengikuti langkah karir orang lain apalagi seseorang yang terbukti sukses dibidangnya. Akan tetapi, apa nikmatnya hidup bila tidak bisa menjadi diri sendiri? Saya rasa hanya Anda yang bisa menjawab pertanyaan ini dengan baik.

Bila Anda beropini: "Si A sukses jadi pedagang bunga. Si B berhasil menjadi pengusaha makanan kaleng. Saya ingin seperti dia!" Saran saya, coba tanya kepada si A dan si B, dari mana ia mendapat ide untuk menekuni profesi tersebut. Bisa diperkirakan mereka akan menjawab karena bidang tersebut adalah bidang yang memiliki daya tarik besar bagi mereka. Untuk itulah mereka yang pada awalnya masih "lirik kiri-kanan" kini sudah fokus pada pilihannya.

Fokus adalah kunci utama untuk berhasil dalam menjalani hidup yang penuh dengan tantangan dan kemungkinan. Tidak "lirik kiri-kanan" yang membuat Anda galau dan berkecil hati sebab membandingkan kesuksesan Anda dengan orang lain yang jelas-jelas orang lain tersebut memiliki takdir sendiri! Ingat kata pepatah : Rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri. Oleh karena itu, jangan kebanyakan melihat rumput tetangga sampai membuat rumput di halaman Anda sendiri menjadi layu, kering dan mati.

Ingin berhasil, tentu harus pernah merasakan gagal. Ingin untung, tentu harus pernah merasakan rugi. Yang penting fokus dengan apa yang diyakini sebagai tujuan Anda dalam menjalani hidup dan satu lagi, jangan mudah menyerah!

Jalani panggilan peran yang memang dengan sadar dirasakan sebagai takdir untuk Anda. Jangan ikut-ikutan karena alasan gengsi semata atau supaya dianggap solider. Untuk urusan profesi, menurut saya ini adalah hak asasi manusia. Tak ada satu pun orang boleh memaksakannya. Meskipun begitu, yang bersangkutan juga tetap harus realistis dalam mencapai cita-cita serta tujuannya.

Tidak ada momen yang lebih indah selain menjadi diri sendiri. Tertawa memang karena ingin tertawa. Bilang tidak karena memang tidak. Memilih A karena memang pilihannya A bukan B. Bila tak ada yang mendukung, santai saja! Menjadi mandiri dan senantiasa memperjuangkan apa yang diinginkan dalam hidup bukanlah hal yang salah! Tapi jangan juga jadi pahlawan kesiangan yang terlalu idealis.

Perlu diingat pula, dunia ini tidak sempurna dan manusia dilahirkan dengan banyak kelemahan. Berbohong, curang , dan licik pasti pernah dijumpai dan dilakukan demi alasan tertentu. Yang penting, jangan kebablasan! Hati-hati jangan sampai jadi tahanan polisi lantas masuk bui! Just play it cool! Terakhir, tentu saja cintai diri Anda apapun kelemahan dan kekurangannya. Jangan malu untuk menjadi diri sendiri dan mempertahankan sesuatu yang Anda yakini.

"They say learning to LOVE YOURSELF is the FIRST STEP that you take when you want to be REAL. Flying on planes to exotic locations WON'T TEACH YOU how you REALLY FEEL. FACE UP to the FACT that you are who you are and NOTHING CAN CHANGE that belief. Just be. " - Tiesto

Just be what?
Just be yourself!
Because that is the best thing to enjoy this beautiful life!


Jakarta, 11 Februari 2010
AYU SAPTARIKA


Image source :http://eaesthete.files.wordpress.com/2009/04/fashion-illustration-3.jpg

Senin, 01 Februari 2010

Mencari Keberuntungan


Seorang teman pernah berkata, “Menjadi seniman itu tidak gampang karena tingkat keberhasilan yang bisa dicapai belum tentu jelas di masa depan. Seniman adalah sebuah profesi yang sangat membutuhkan faktor keberuntungan untuk mencapai kesuksesan karena bakat dan kerja keras saja tidak cukup!”
Jika dipikir-pikir, perkataan teman saya itu ada benarnya. Mengapa? Profesi seniman memang lain dari pada yang lain sebab tidak bisa si seniman itu sendiri yang menyatakan karyanya baik, akan tetapi harus orang lain. Mau bukti?
Jika seseorang memiliki profesi yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam, maka benar atau salah dari pekerjaan yang dilakukan dapat diketahui secara rinci sebab ada dasar teori dan perhitungan yang pasti. Itulah sebabnya ilmu ini disebut juga sebagai ilmu eksakta atau ilmu pasti. Lain lagi dengan seseorang yang profesinya berhubungan dengan ilmu pengetahuan sosial, misalnya seorang akuntan atau ahli ekonomi. Transaksi seperti apa yang masuk di sisi debet atau kredit ada dasar teori yang menyatakannya. Bahkan, menghitung Return On Investment (ROI) pun ada rumusnya. Jadi, benar atau salah dapat diperkirakan atas dasar teori serta perhitungan yang jelas meskipun turut dipengaruhi oleh dinamisme kehidupan masyarakat disekitarnya.
Nah, bagaimana kalau menjadi seniman? Misalnya menjadi seorang pelukis, fotografer, penyanyi atau penyair. Boleh dibilang dasar penilaian untuk hasil karya mereka sangat bias karena tergantung dari pendapat dan selera para penonton, pendengar, pembaca hingga pengamat seni ketika sang seniman menunjukkan kebolehannya. Seluruhnya berdasarkan rasa suka atau tidak suka dari orang lain dan menurut saya tak ada satupun alat maupun rumus yang bisa mendefinisikannya dengan tepat dan akurat!
Sebuah karya seni sangat erat kaitannya dengan daya cipta dan rasa manusia atau dengan kata lain, kreativitas.Walaupun kini bidang-bidang pekerjaan yang berhubungan dengan IPA dan IPS sudah banyak metodenya yang digantikan oleh robot atau komputer seiring dengan kemajuan teknologi, kreativitas adalah sesuatu yang sama sekali tidak dapat digantikan oleh mesin sampai kapanpun juga. Selain itu, kreativitas turut berperan penting dalam membuat seseorang, suatu daerah, suatu negara bahkan suatu peradaban menjadi maju dan berkembang karena ada berbagai ide, ciptaan, hingga inovasi baru yang lain dan unik.
Untuk Anda penggemar lukisan, mungkin obrolan seperti ini pernah terjadi dengan rekan yang juga memuja seni.
”Aku kok lebih suka lukisan karya Da Vinci daripada Monet? Kalau kamu gimana?”
”Aku sih lebih suka karya Picasso. Lebih artistik menurutku.”
Kedua pendapat ini tak ada yang salah dan malah keduanya sah-sah saja. Sebuah opini sederhana yang membuktikan bahwa suatu karya seni sangat dipengaruhi oleh selera penikmatnya. Hal ini pula yang membuat lingkungan pekerjaan dari seorang seniman bersifat free competition.
Berbicara mengenai selera, banyak sekali faktor yang melatar belakanginya seperti faktor sosial, budaya, agama, hingga finansial. Bila pernah membaca buku atau mempelajari ilmu pemasaran mengenai perilaku konsumen, ada sebuah penjelasan yang menurut saya cukup menarik. Dikatakan bahwa ada banyak hal yang dapat digali dari persepsi tentang warna. Dari pemilihan warna ternyata dapat diketahui selera hingga keadaan ekonomi seseorang. Oleh karena itu tak heran apabila informasi ini kerap diperhitungkan oleh para produsen dalam memproduksi barang-barang yang diharapkan akan disukai masyarakat luas. Untuk apa? Untuk mendapatkan pemasukan yang ujung-ujungnya mencari keuntungan serta keberuntungan!
Kembali ke kasus seniman, mungkin seseorang yang memiliki bakat seni ini telah berusaha mengasah talenta secara otodidak maupun melalui institusi formal. Kemudian ia mulai ’menjajakan’ karya ke sana ke mari dengan susah payah. Tanpa disangka-sangka, suatu hari seorang pengamat seni kebetulan hadir saat ia mempertunjukkan kebolehan dan menyukai hasil karyanya. Saya rasa Anda dapat menebak kelanjutan ceritanya, bukan? Ya! Karya sang seniman mulai ’laku’ di mana-mana hingga membuatnya menjadi sosok yang dikenal khalayak ramai. Pada momen ’kebetulan’ ini, peran keberuntungan sangat terlihat jelas sehingga seorang seniman berhasil menjadi ’pemenang’ dalam lingkungan free competition tempat ia berjuang hidup. Rekan-rekan kita yang keturunan Tionghoa sering menyebutnya sebagai hoki.
Yang perlu dicermati adalah bahwa keberuntungan atau hoki tidak turun dari langit begitu saja. Keberuntungan harus dicari! Selain itu, keberuntungan 100% milik semua orang. Entah ia seorang bankir, pengacara, penjahit, koki, ahli mekanik ataupun seorang pianis. Entah itu ia dari golongan ekonomi bawah, menengah, hingga atas. Dengan kata lain, semua orang memiliki hak untuk mendapat berkah ini asal rajin bekerja dan percaya bahwa berkah keberuntungan yang diberikan atas restu dari Sang Pencipta ini pasti datang jika dicari.
Menyambut tahun baru Imlek, Anda pasti sudah melihat banyak buku tentang peruntungan di tahun Macan Kayu berjajar rapi di rak bahkan etalase toko buku. Tertarik untuk membacanya? Jujur saja, saya pun tertarik dan telah membaca beberapa lembar mengenai peruntungan saya berdasarkan shio di tahun ini. Namun, yakinlah bila berkah keberuntungan datang dari Tuhan tanpa mengenal batas waktu maupun tahun. Keberuntungan pasti datang pada orang yang mencari, bukan pada orang yang hanya diam dan berpangku tangan. Ingat kata pepatah, di mana ada kemauan di situ ada jalan! Selanjutnya tinggal tanya pada diri sendiri, will you do it or not?
Apapun prediksi atau ramalan yang tertulis di buku tersebut, jadikanlah sebagai penyemangat Anda dalam mencari kesuksesan yang tak lain adalah buah dari ketekunan dalam melalui berbagai cobaan dan rintangan hidup.
Ngomong-ngomong, bagi Anda yang sudah menikah dan merayakan tahun baru Imlek, sudahkah mendata nama keponakan dan sepupu yang akan diberikan ang pao? Jangan sampai ada nama yang terlupa. Yakinlah bila banyak berbagi dengan iklas maka berkah melimpah dengan sendirinya datang menaungi Anda di kemudian hari. Buat Anda yang masih sendiri, jangan ragu untuk datang ke rumah relasi-relasi baru selain keluarga untuk berbagi kebahagiaan di hari spesial ini. Siapa tahu gara-gara Anda mengunjungi mereka, tanpa sengaja malah bertemu dan berkenalan dengan seseorang yang sangat menawan hati alias jodoh. Yah.. namanya juga mencari keberuntungan, apalagi kebetulan perayaan Imlek kali ini bertepatan dengan hari kasih sayang! Tak ada salahnya selalu berharap dan berusaha.

Selamat tahun baru Imlek bagi rekan-rekan yang merayakan.
Percayalah bahwa keberuntungan selalu menyertai Anda kapanpun, dimanapun, dan apapun tahunnya!

Jakarta, 1 Februari 2010
AYU SAPTARIKA

Musical Time: Let's Learning!

Music has been part of my life since I was young, Everyday I wake up with music and also go to bed with music, Just like an a...